Tag Archives: interaksi sosial

SESEDERHANA SALAM UNTUK SERUMIT KONFLIK

Standar

182636_193737343981463_193737157314815_569274_3956276_a

Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.Demikian juga dengan mewabahnya konflik di Indonesia yang sudah menjadi fakta warisan.

Umumnya konflik di Indonesia dilatarbelakangi oleh perbedaan suku dan agama.Terutama perbedaan suku yang disebabkan banyaknya daerah di Indonesia yang masih terisolasi.

Dengan dibawasertanya ciri-ciri kesukuan dalam interaksi sosial,yang sering diidentikkan denagn penggunaan bahasa daerah, kehadiran konflik menjadi  situasi yang wajar dalam masyarakat Indonesia.

Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik .

Pluralisme yang kita miliki selama ini, seringkali menimbulkan konflik terutama karena kemajemukan suku yang kita miliki.

Namun, sudah relakah kita merusak keunikan Indonesia dengan konflik yang kita picu?

Konflik nasional memang memberi dampak yang besar,tetapi bukan berarti kita tidak bisa mengatasi nya dengan mulai mengurangi skala konflik itu.

Kita hanya butuh komunikasi yang baik untuk mencegah konflik.Sesederhana saat kita mengucapkan salam kepada orang yang baru kita kenal untuk mencegah relasi yang tidak baik.

Kepluralismean suku di Indonesia dapat diketahui dari penyebaran keberadaannya di wilayah-wilayah Indonesia.

Keberadaan suku di Indonesia menurut provinsinya antara lain di pulau Jawa : Suku Jawa, Suku Sunda, Suku Banten, Suku Betawi, Suku Tengger, Suku Osing, Suku Baduy,di Madura: Suku Madura di Sumatera: Suku Melayu, Suku Batak, Suku Minangkabau, Suku Aceh, Suku Lampung, Suku Kubu,di Kalimantan: Suku Dayak, Suku Banjar,di Sulawesi: Suku Makassar, Suku Bugis, Suku Mandar, Suku Tolaki, Suku Minahasa, Suku Gorontalo, Suku Toraja, Suku Bajau,di Kepulauan Sunda Kecil: Suku Bali, Suku Sasak,di Maluku: Suku Ambon, Suku Nuaulu, Suku Manusela, Suku Wemale,diPapua: Suku Dani, Suku Bauzi, Suku Asmat (Wikipedia:2003)

Keberadaan suku-suku di atas menghasilkan banyak bahasa daerah.Ada 742 bahasa etnis atau bahasa daerah yang dimiliki bangsa Indonesia (Ismira:2011).

Keberanekaragaman suku dan bahasa bangsa Indonesia  merupakan faktor aneka warna bangsa Indonesia.Hal ini sering kita banggakan,tetapi di sisi lainnya, ini juga membuat pembangunan lebih sukar.

Mengatur dan mengurus sejumlah orang yang memiliki kesamaan ciri,kehendak, dan adat istiadatnya sudah pasti lebih mudah daripada mengurus  sejumlah orang yang semuanya berbeda-beda mengenal hal-hal tersebut tadi apalagi kalau orang-orang yang berbeda-beda itu tak dapat saling bergaul baik satu dengan lain (Koentjaraningrat  1982:375).

Banyaknya fenomena konflik di Indonesia bukan berarti tidak ada solusi untuk mengurangi dan mengatasinya.Kita hanya butuh keberanian untuk memulai komunikasi dengan yang lainnya.Tepatnya komunikasi perdamaian.

Masyarakat Pontianak,Manado,Kupang,dan Makassar telah memulainya dengan melakukan komunikasi lewat dialog semiloka.Mereka merumuskan bahwa perdamaian bukanlah sebuah keadaan yang tidak ada lagi perbedaan,tetapi justru yang menghargai perbedaan.Perdamaian tidak harus semuanya menjadi sama,tetapi saling menghormati (Tanuwibowo: 2002)

Keefektifan komunikasi dalam mencegah dan mengatasi konflik juga dapat kita temui dalam pelaksanaan otonomi daerah.Pada dasarnya, pemerintah mewujudkan ini sebagai realisasi dari sistem desentralisasi.

Agar terjalin kerjasama antar daerah yang melibatkan daerah-daerah otonom dilakukan dialog yang berwujud sharing (dalam Pratikno,Yudhoyono 2002:12).

Semakin tinggi derajat sharing mereka, semakin banyak kerjasama yang terwujud dan kemungkinan terjadinya konflik semakin kecil.Demikian sebaliknya, semakin rendah derajat sharing semakin sedikit kerjasama yang terwujud dan kemungkinan konflik terjadi semakin besar.

Jika melakukan komunikasi antardaerah masih tergolong sulit untuk dilakukan maka hal ini dapat diwujudkan melalui kelompok yang lebih kecil,yaitu melalui pembentukan komunitas.

Di dalam sebuah komunitas, terjadi komunikasi yang akan menumbuhkan keinginan untuk mengenalkan komunitasnya kepada komunitas yang memiliki kebudayaan berbeda.

Kita juga perlu membangun pusat-pusat komunitas yang memungkinkan orang-orang dari berbagai kelompok bersosialisasi  (Deddy Mulyana 2001:14).

Kesenian daerah menjadi alternatif baru untuk berkomunikasi.Selain memperkenalkan kebudayan masing-masing daerah juga membangun sosialisasi satu dengan lainnya.

Seperti yang dilakukan oleh Pak Dalang dan rekannya.Mereka melakukan pertunjukan wayang  untuk menyampaikan pesan (Keluarga berencana) kepada penontonnya.

Pertunjukan seni tradisional wayang golek sebagai sarana hiburan penerangan dan pendidikan adalah media kegiatan menyampaikan pesan kepada penonton oleh Pak Dalang bersama rekan-rekannya (Onong Uchjana 1986:182).

Kita juga bisa melakukan hal yang sama dengan menggunakan kesenian daerah masing-masing untuk menyampaikan pesan persahabatan dan pesan damai.

Dilihat dari aspek individu, mencegah dan mengatasi adanya konflik dapat dilakukan setiap orang dengan melakukan hubungan manusiawi.

Hubungan manusiawi termasuk komunikasi karena sifatnya action oriented, mengandung kegiatan untuk mengubah sikap,pendapat atau perilaku seseorang  (Onong:2003).

Cakupan komunikasi bukan tidak hanya menggunakan kata-kata (komunikasi verbal) tetapi juga penyampaian pesan nonverbal yang berhubungan dengan cara mengungkapkan pesan verbal (disebut pesan paralinguistik).Satu pesan verbal yang sama dapat menyampaikan arti yang berbeda (Jalaluddin Rakhmat  tanpa tahun :292).

Kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah memiliki peranan penting dalam menangan konflik di Indonesia.
Seseorang yang mampu bicara berbagai macam bahasa membuat seseorang menjadi jauh lebih bijaksana dalam menangani masalah dibanding dgn yang bisa satu bahasa karena bisa melihat masalah dengan berbagai perspektif,” kata Mia Lauder, ahli bahasa dari departemen linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, dalam acara diseminasi hasil penelitian mengenai bahasa-bahas etnis di Indonesia yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, Kamis (15/12).

Komunikasi menggunakan simbol juga dapat memicu konflik yang berada disekitar masyarakat.Simbol yang  dimaksud tidak harus berupa karya manusia.Manusia sendiri juga merupakan simbol yang hidup.Dari semua simbol, simbol yang paling kuat adalah manusia yang hidup (widyamartaya:2006).

Kekuatan manusia sebagai simbol lewat aplikasi ilmu,sikap,dan perilaku dapat memicu hal positif dan negatif, tergantung bagaimana kita merepresentasikannya dalam kehidupan.Hal negative yang ditimbulkan dapat berupa separatisme dan jenis konflik lainnya.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

(Daya kekuatan simbol,di terjemahkan oleh A.Widyamartaya,Yogyakarta, penerbit kanisius(anggota IKAPI)) F.W.Dillistone.2006, the power of Symbols )

(kerjasama antar daerah, ed :Dr.Pratikno, M.Soc.Sc,2007, Yogyakarta, diterbitkan oleh program s2 politik local dan otonomi daerah ugm, jurusan ilmu pem (jip) fisipol ugm, percetakan Jogja global media).

Rakhmat Jalaluddin.Tanpa tahun.Psikologi Komunikasi.Bandung.REMAJA KARYA

Uchjana Effendy,Onong.2003.Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek.Bandung.PT.REMAJA ROSDAKARYA.

Budi S.Tanuwibowo,dkk.2002.Yogyakarta.PUSATAKA BELAJAR

Mulyana,deddy.2001.Nuansa-nuansa Komunikasi.Bandung.PT.REMAJA ROSDAKARYA

Uchjana,onong.1986.Dinamika Komunikasi.Bandung.CV.REMAJA KARYA