“Adopsi narasi potongan kehidupan keluarga kelas menengah dalam konten iklan komersial di televisi Indonesia”

Standar

 

“Adopsi narasi potongan kehidupan keluarga kelas menengah dalam konten iklan komersial di televisi  Indonesia”

            Keberadaan masyarakat dalam sebuah negara memiliki peranan penting dalam keberlangsungannya, yaitu sebagai salah satu syarat berdirinya suatu negara. Masyarakat yang terdiri dari beberapa keluarga, seringkali mengalami pengelompokan berdasarkan kriteria tertentu.

 

maxresdefault (1)0

 

mqdefault

 

Indikator ekonomi menjadi salah satu dasar yang sering digunakan untuk mengklasifikasikan masya  rakat.

Pengklasifikasian masyarakat secara ekonomi, terbagi menjadi beberapa kelas sosial.Defenisi kelas sosial menurut Melvin Kohn  adalah pengelompokan individu yang menempati posisi yang sama dalam skala prestise. Dalam pengelompokan ini, beliau menguraikan indikator ekonomi dalam tiga point penting, yaitu   tingkat pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan.

 

Melvin Kohn membagi kelas sosial secara garis besar menjadi tiga bagian, yaitu kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah. Akan tetapi , setiap kelas sosial tidak memiliki batas yang jelas dan masih terdapat kemungkinan perpindahan kelas sosial.

Adapun indikator ekonomi di atas secara sederhana diukurkan pada lembaga keluarga sebagai bagian masyarakat yang menduduki kelas sosial tertentu. Keluarga merupakan suatu kelompok kekerabatan yang menyelenggarakan pemeliharaan anak dan kebutuhan manusiawi tertentu lainnya.

Di Indonesia, presentasi jumlah ketiga kelas sosial di atas, terutama kelas menengah mengalami perubahan jumlah yang signifikan. Pada tahun 2010, presentase kelas menegah di Indonesia masih sebesar 36,%, kemudian menjadi 56,5% pada 2013.Kelas menengah atau middle class ini secara umum memiliki profesi sebagai pegawai kantoran atau profesional sepert guru, pegawai administrasi.

Keluarga , sebagai bagaian masyarakat yang menempati kelas sosial menengah di Indonesia, memiliki pengaruh dalam berbagai bidang. Salah satunya adalah dalam bidang kajian komunikai, yaitu periklanan. Periklanan yang merupakan bagian dari alat komunikasi yang juga sekaligus berperan sebagai alat pemasaran mendapat pengaruh besar dari keberadaan keluarga kelas menengah di Indonesia, terutama dalam kondisinya yang mengalami pertumbuhan besar saat ini.

Perubahan yang jelas terlihat pada periklanan akibat pertumbuhan jumlah keluarga kelas menengah di Indonesia adalah perubahan konten iklan televisi, terutama iklan komersia yang bertujuan mendukung kampanye pemasaran suatu produk atau jasa.

Akhir-akhir ini iklan komersial di televisi Indonesia mulai memasukkan gambaran potongan kehidupan keluarga kelas menengah dalam bentuk narasi. Anggota keluarga dengan kesibukan masing-masing (terkait dengan profesi dan pendidikan yang diperankan masing-masing anggota keluarga) digambarkan jelas dalam iklan komersial Indonesia.

Kehidupan keluarga yang dinarasikan ke dalam iklan komersial juga disisipi oleh pendramatisasian nilai-nilai sosial di dalamnya, seperti nilai keharmonisan dalam keberlangsungan keluarga. Penekanan idiologi keluarga, yaitu cinta, kasih sayang, keterbukaan, dan familisme dihadirkan dalam iklan ini (Andreas, 2006:72).

Pengadopsian narasi kehidupan keluarga kelas menengah dalam iklan merupakan perwujudan dari pertimbangan periklanan yang efektif.  Periklanan yang efektif harus menyertakan sudut pandang konsumen dan iklan harus menemukan cara yang unik untuk menerobos kerumunan iklan ( Terence, 2003:417).

Cara yang unik untuk menerobos kerumunan iklan dapat dilakukan dengan berbasiskan gaya eksekusi pesan iklan. Salah satunya yaitu dengan penyajian potongan kehidupan (Slice of Life) konsumen. Dalam hal ini yang dimaksud adalah potongan kehidupan keluarga kelas menengah.

Gaya eksekusi iklan televisi dengan sajian potongan kehidupan  umumnya didasarkan pada pendekatan pemecahan masalah sehari – hari, kemudian menunjukkan bahwa produk yang diiklankan sebagai pemecah masalah (M. Suyanto,2000 : 113 – 138).

 

Beberapa contoh iklan komersial yang memasukkan narasi potongan kehidupan keluarga adalah iklan  teh sariwangi, iklan pasta gigi pepsodent, dan iklan roma sari gandum sandwich.

Dalam iklan teh sariwangi disisipkan nilai kebersamaan dalam keluarga. Salah satu iklan teh sariwangi dengan tagline “mari berbicara” mengadopsi kisah keluarga kelas menegah yang anggota keluarganya disibukkan oleh peranannya. Digambarkan seorang anak perempuan yang ingin bermain dengan anggota keluarganya. Awalnya dia mendatangi kakaknya yang sedang asyik bermain gadget, tetapi dia tidak mengacuhkan ajakan adiknya. Kemudian beralih kepada ayahnya yang juga disibukkan oleh pekerjaan kantor, sementara di sudut lain terlihat ibunya sedang berbicara di telpon. Akhirnya, dia memutuskan untuk bermain seduh teh bersama dengan bonekanya. Dia menyiapkan dua gelas teh (tentunya bukan teh sungguhan) lalu menghidangkannya di depan boneka beruangnya. Suasana yang tadinya penuh kesibukan masing-masing dicairkan oleh sang ibu dengan mengajak anggota keluarga lainnya minum teh sariwangi (http://www.youtube.com/watch?v=ICapRM2H-OQ ).

Kelas sosial dinyatakan sebagai subculture yang artinya setiap kelas sosial memiliki perilaku yang berbeda. Menurut Horton (1998) dalam Andreas (2006:22) salah satu  makna kelas sosial dalam masyarakat menentukan moralitas konvensional . Moralitas konvensional adalah standar perilaku yang baku yang terdapat pada kelas menengah .Salah satu moralitas konvensional dalam narasi kehidupan keluarga kelas menengah yang dikemas pada iklan adalah aturan menggosok gigi sebelum tidur. Contoh iklannya adalah Iklan pepsodent versi ayah Adi dan Dika.

Iklan pepsodent versi ayah Adi dan Dika seri bobo malam sama ayam, mengadopsi narasi kehidupan keluarga dalam kemasan yang berbeda. Sekalipun sumber acuan nilai dalam iklan televisi adalah masyarakat nya (Bungin, 2011b:166) dalam iklan ini dihadirkan nilai yang berkorelasi dengan pendidikan yang diperoleh keluarga kelas menengah.

Penggunaan analisis yang  basis pendidikan dalam iklan ini diterapkan dalam nuansa keluarga. Selama ini, salah satu nilai yang dianut masyarakat terkait  gender adalah pria atau ayah  memiliki kedudukan lebih tinggi. Akan tetapi, dalam iklan ini diangkat kesetaraan gender berbagi peran tanpa menghilangkan image keluarga utuh dengan penuh keharmonisan, cinta, dan kebersamaan.  Nilai ini didambakan oleh keluarga kelas menengah dan diangkat pada iklan komersial dalam bentuk narasi.

Selain nilai keharmonisan yang didambakan oleh keluarga kelas menengah, keterlibatan setiap anggota keluarga menjadi nilai yang dianggap penting. Keadaan ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan mereka.  Hal inilah yang diangkat oleh iklan komersial roti sari gandum sandwich (http://www.indonesianfilmcenter.com/pages/filmbox/filmbox.php?bid=6754) .

Digambarkan pemilihan jenis konsumsi makanan keluarga dengan melibatkan pendapat anak. Anak laki-laki keluarga tesebut menginginkan makanan yang berbahan dasar gandum dengan asumsi bahwa gandum baik untuk kesehatan. Sedangkan anak perempuannya lebih menyukai makanan dengan dominasi coklat enak. Akhirnya, ibunya mengombinasikan selera keduanya dengan memutuskan mengonsumsi roma sari gandum sandwich dengan paduan gandum dan coklat sandwich yang enak. Secara sosiologis, Iklan komersial ini juga menggambarkan tipe khusus anak-anak kelas sosial menengah hidup dalam subkultur kelas sosial yang dikelilingi oleh orang-orang berpendidikan ( Paul dan Chester, 1999:17).

 Melalui  ketiga iklan komersial Indonesia di atas dapat diketahui adanya perubahan konten iklan televisi di Indonesia. Awalnya, kontent iklan komersial Indonesia di televisi lebih dominan mengiklankan atau menjula produk secara terang-terangan kepada konsumen. Akan tetapi, seiring pertumbuhan kelas menengah di Indonesia, strategi seperti ini kurang efektif.

Peningkatan jumlah kelas menengah Indonesia menstimulus pengiklan untuk mengubah segmentasi pasarnya. Saat ini jumlah masyarakat kelas menengah Indonesia yang dominan lebih besar dibandingkan masyarakat kelas menengah atas dan kelas menengah bawah memaksa perubahan pasar target penjual dengan menggunakan iklan sebagai alat kampanyenya.Keadaan ini membuat pengiklan untuk berinovasi sesuai selera pasar target, yaitu masyarakat kelas menengah.

Keluarga sebagai lembaga dalam masyarakat merupakan detail sasaran pengiklan. Sederhananya, kumpulan keluarga kelas menengah merupakan sebuah masyarakat kelas menengah. Untuk itulah pengiklan menjadikan keluarga kelas menengah sebagai pasar target. Pengiklan harus mengetahui secara detail apa yang menjadi kebutuhan keluarga kelas menengah.

Saat ini tren konsumsi kelas menengah di Indonesia bergerak dari produk untuk memenuhi kebutuhan dasar ke produk yang menawarkan kenyamanan  yang lebih besar. Perubahan ini didukung oleh kesadaran finansial mereka. Kelas menengah Indonesia  merupakan generasi yang optimis memiliki kehidupan lebih baik daripada generasi sebelumnya. Tujuan ini menjadi titik penting dalam keputusan konsumsi suatu produk. Mereka kritis memilih produk unggulan, berdaya tahan tinggi dan fungsional. Produk tersebut juga harus bisa memenuhi kebutuhan keluarga, daripada kepentingan pribadi. Keputusan belanja mereka tidak lagi didominasi iklan semata. Keluarga dan lingkungan sosial menjadi dorongan kuat bagi mereka dalam melakukan pembelian. Keluarga kelas menegah juga rajin melakukan perbandingan produk dengan menggunakan berbagai media termasuk internet (http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/ritel/13/03/06/mj88t4-pola-konsumsi-kelas-menengah-indonesia-berubah).

Realita perubahan konsumsi kelas menengah Indonesia di atas menjadi cambuk bagi pengiklan dalam beriklan. Para pengiklan secara tidak langsung di paksa untuk mengubah konten iklan mereka sesuai kebutuhan kelas menengah di Indonesia.

Kebutuhan keluarga kelas menengah harus diketahui secara jelas oleh pengiklan. Kebutuhan mana yang paling prioritas oleh mereka tanpa melupakan  bahwa keluarga merupakan kelompok primer dalam masyarakat yang terintervensi unsur idiologi familisme. Seperti iklan teh sariwangi “mari berbicara”. Di satu sisi iklan ini inovativ dengan menghadirkan narasi dalam bentuk potongan kehidupan keluarga kelas menengah dan ini secara idiologi keluarga sebagai sebuah lembaga, sudah memenuhi kebutuhan mereka. Akan tetapi, ada juga pertimbangan lain bahwa pendidikan yang dikecap keluarga kelas menengah membuat mereka lebih kritis untuk mengonsumsi produk. Sekalipun iklan ini merangkul esensi keluarga tidak berarti komposisi atau kandungan produk ini menjangkau kebutuhan keluarga menengah. Misalnya mereka yang lebih mengutamakan konsumsi teh hijau untuk kesehatan .

Dalam hal ini, pengiklan harus berinovasi kembali untuk menghadirkan iklan dengan konten yang merangkul kedua sisi. Mencakup idiologi familisme keluarga menengah dan menjangkau kebutuhan konsumsi mereka.

Selain itu, kedalaman dalam iklan juga diperlukan untuk menghasilkan kontent iklan yang efektif dari sisi sosiologi (yaitu idiologi keluarga) dan komunikasi. Kedalaman yang dimaksud  dalam hal ini adalah menciptakan kontent iklan dengan melibatkan partisipasi setiap anggota keluarga lebih dalam.

Dalam iklan roma sari gandum pengiklan sudah dengan baik menghadirkan keterlibatan anggota keluarga (kedua anak dan ibunya) dalam mempertimbangkan konsumsi makanan mereka. Sayangnya, sang ayah hanya berperan sebagai follower keputusan sang ibu dalam iklan tersebut tanpa keterlibatan lebih dalam.

Meskipun dalam kajian komunikasi, tepatnya periklanan sudah dihadirkan pertimbangan-pertimbangan iklan yang efektif. Akan tetapi, keberadaan keluarga kelas mengah di indonesia saat ini mendominasi sehingga sudah saatnya pengiklan melibatkan perspektif sosiologi untuk menghadirkan iklan dengan konten yang menjangkau mereka lebih dalam.

 
 

 

 

Standar

siskailkom12

hujan-1

“Haloo”, sapaku kembali padanya, namun dia yang juga merupakan bagian dari mereka hanya menoleh kemudia terjatuh kembaliimage201311110046

“Hi”,ujarku kepada dia yang satu, aku berharap mengubah ucapan sapaanku akan membuatnya bertahan, akan tetapi sayang sekali, seperti yang lainnya terjatuh kembali.

“Hei”, ucapku pada dia yang berbeda. Ajaib, dia belum terjatuh.

Aku pun melanjutkan percakapanku,”bisakah aku berbagi cerita denganmu?”.

Dengan sekuat tenaga dia mencoba untuk tidak terjatuh dan mengiyakanku. Sayang sekali angin, si murder datang dan dia yang berbeda terjatuh dan terbagi menjadi beberapa tetesan.

Aku sedih telah membuatnya merasakan itu.

“Maaf”, kataku dengan suara mengecil.

Aku tahu dia tidak akan pernah bisa mendengarkan dan merasakan rasa maafku, tetapi setidaknya aku mencoba meyatakan simpatiku pada dia dan mereka.

Dia-dia yang lainnya datang dan terhempas semakin cepat dan membunyikan suara yang keras.

“Dia”, tiba-tiba terjatuh tepat diatas hidungku. Aku pun tertegun sejenak. Tidak butuh 3 detik adegan itu terjadi.

Hanya hitungan kedua dia…

Lihat pos aslinya 164 kata lagi

Standar

hujan-1

“Haloo”, sapaku kembali padanya, namun dia yang juga merupakan bagian dari mereka hanya menoleh kemudia terjatuh kembaliimage201311110046

“Hi”,ujarku kepada dia yang satu, aku berharap mengubah ucapan sapaanku akan membuatnya bertahan, akan tetapi sayang sekali, seperti yang lainnya terjatuh kembali.

“Hei”, ucapku pada dia yang berbeda. Ajaib, dia belum terjatuh.

Aku pun melanjutkan percakapanku,”bisakah aku berbagi cerita denganmu?”.

Dengan sekuat tenaga dia mencoba untuk tidak terjatuh dan mengiyakanku. Sayang sekali angin, si murder datang dan dia yang berbeda terjatuh dan terbagi menjadi beberapa tetesan.

Aku sedih telah membuatnya merasakan itu.

“Maaf”, kataku dengan suara mengecil.

Aku tahu dia tidak akan pernah bisa mendengarkan dan merasakan rasa maafku, tetapi setidaknya aku mencoba meyatakan simpatiku pada dia dan mereka.

Dia-dia yang lainnya datang dan terhempas semakin cepat dan membunyikan suara yang keras.

“Dia”, tiba-tiba terjatuh tepat diatas hidungku. Aku pun tertegun sejenak. Tidak butuh 3 detik adegan itu terjadi.

Hanya hitungan kedua dia terjatuh dan tercerai berai menjadi beberapa tetesan. Aku tertegun lagi.

Aku pun mencoba cara lain. Kurapatkan kedua tanganku, kemudian mencoba menampung dia.

Sia-sia lagi. Dia berhasil kugapai, demikian juga dengan dia-dia yang lainnya. Mereka pun bergabung di tanganku.

Sama saja mereka tidak bisa mengerti dalam wujud seperti itu.

Perlahan kuganti posisi kedua tanganku, dan membiarkan mereka menetes ke tempat yang seharusnya. Kuamati satu persatu mereka, Dari dia,dia yang satu, dia yang berbeda, dan dia yang lainnya.

“HHHHHahhhhhh,”kutarik napas panjang.

“Memang mereka ditakdirkan untuk itu”, aku berbicara sendiri sambil menghibur diri.

“Bagaimana mungkin aku bisa bercerita, jika mereka hanya datang bak kilat, sekalipun ada yang mencoba bertahan, tidak akan pernah ada yang bisa hingga akhirnya mendengarkanku” kataku dalam hati.

Akhirnya, aku memutuskan untuk berhenti, berhenti menyapa tetesan hujan sore tadi, berhenti mencoba mengeluarkan keluh kesah ku kepada mereka. Mereka tidak cukup manusiawi untuk mendengar dan aku tidak cukup hujani untuk mengerti mereka, dalam bentuk dia yang satu, dia yang berbeda, dan dia-dia yang lainnya
*******

“Media Sosial, Kanvas Baru Menorehkan Seni iklan di Indonesia”

Standar

 

“Media Sosial, Kanvas Baru Menorehkan Seni iklan di Indonesia”

1(Berdasarkan  Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.1 No.1 2012 mahasiswa STISI Telkom, Program Studi DKV,  “Tranformasi Media Periklanan dalam Sosial Media : Analisis Iklan pada Fan Page Facebook WRP”,  Ilhamsyah 2012 )

Sebagai mahluk estetis, kehidupan manusia tidak terlepas dari aspek-aspek  yang bernilai keindahan. Keindahan tersebut identik dengan seni. Untuk menikmati sekarya seni, manusia menjadikan dirinya menjadi pelaku maupun objek dari seni itu sendiri yang diilhami oleh insting manusia itu sendiri.

Hal ini ditegaskan Van Baal,“Manusia dapat membedakan mana yang indah dan mana yang jelek dan selalu menyatakan dirinya dalam simbol-simbol: dalam perkataan, dalam mitos, dan juga dalam seni, dimana ia menemukan pernyataan yang murni dari dorongan hatinya sendiri untuk bebas menciptakan” (J. Van Baal,1986: 46).

 

Aspek cakupan seni di dalam hidup manusia tidak hanya sebatas karya konvensional yang sudah sering kali kita dengar, lihat, sentuh,dimiliki, bahkan diciptakan. Karya konvensional yang sering kita temukan yaitu berupa musik, tarian, patung, dan lain-lain.

Sebagai pelaku seni, manusia berusaha menciptakan dan mengekspresikan temuan-temuan seni lainnya melalui media disekitarnya. Salah satu seni tersebut adalah seni berkomunikasi.

 

Komunikasi sebagai aktivitas fundamental manusia dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung lewat  bantuan media. Salah Media tersebut antara lain adalah iklan yang merupakan bentuk seni dalam berkomunikasi.

 

Sandra Moriarty (2011:346) menggambarkan dengan jelas dalam bukunya yang berjudul Advertising bahwa periklanan adalah bentuk komunikasi yang kompleks yang beroperasi untuk mengejar tujuan dan menggunakan strategi untuk mempengaruhi pikiran, perasaan, dan tindakan konsumen.

Dalam hal ini pesan yang dikomunikasikan iklan membutuhkan interpretasi secara individual oleh komunikan. Disini lah konsep sederhana seni komunikasi yang disajikan iklan. Interpretasi individual yang dilakukan komunikan memberikan kepuasan tersendiri baginya. Mereka dapat menghadirkan, melukiskan, mengimajinasikan kehadiran sebuah iklan dalam benak masing-masing dengan kedalam tafsiran yang dibubuhi intuisi pribadi.

Komunikasi oleh iklan semakin indah dan mudah karena pesan yang disampaikan ditargetkan  pada kebutuhan barang dan jasa komunikan. Sederhanya, iklan membidik komunikan untuk mengkonsumsi produk yang telah dikemas dalam pesan-pesan iklan.

Seperti yang diungkapkan oleh Roman, Maas & Nisenholtz , iklan adalah seni menyampaikan apa yang ditawarkan atau dijual untuk mendapatkan perhatian dan menempatkan produk secara unik kedalam pikiran konsumen dengan alat bantu (2005:44).

Seni komunikasi yang unik sebagai tuntutan bagi iklan menuntut adanya perubahan performansinya sesuai kebutuhan komunikan. Hal ini diwujudkan dengan memulai perubahan dari konsep iklan yang paling sederhana.

 

1Diunduh dari  http://repository.stisitelkom.ac.id/46/2/Ilhamsyah%28Tranformasi_Media_Periklanan_dalam_Sosial_Media%29.pdf

 

Transformasi iklan semakin kuat dan inovatif karena didukung oleh kehadiran media sosial, terutama jejaring sosial. Keberadaan media sosial menunjang kebutuhan komunikasi manusia terkait interaksinya dengan individu lain.

 Adapun defenisi media sosial  adalah platform yang mampu memfasilitasi berbagai kegiatan seperti mengintegrasikan situs web, interaksi sosial, dan pembuatan konten berbasis komunitas. Layanan media sosial dapat memfasilitasi konten, komunikasi dan percakapan . Pemakai dapat membuat/co-create, mengatur, mengedit, mengomentari, mentag, mendiskusikan, menggabungkan, mengkoneksikan dan berbagi konten(O’Reilly, 2005)

 

Perubahan yang paling sederhana dapat dilihat dari  iklan adalah berubahnya asumsi iklan sebagai komunikasi satu arah (dari pengiklan ke konsumen)  menjadi two ways communication semenjak abad-21.  Konsumen mulai memberikan  feed back terhadap pesan yang disampaikan iklan, seperti  mengontak perusahaan lewat website atau telepon, untuk menanyakan produk yang dibicarakan di jejaring sosial.

Pemenuhan kebutuhan berinteraksi dengan sesama dipenuhi dalam media sosial dengan pembentuan komunitas online oleh para pengguna untuk berbagi dengan sesama anggota lainnya .S timulus khalayak yang ramai tanpa batas geografis bertemu di jejaring sosial mendatangkan gairah untuk berbagi.

Berkumpul dan berbincang dengan orang lain, secara umum merupakan kegemaran masyarakat kita dalam dunia nyata .Kondisi ini  diadaptasi oleh mereka dalam dunia maya lewat pembentukan komunitas online.

Defenisi komunitas adalah sekelompok orang yang saling berbagi lingkungan, perhatian, masalah, serta memiliki ketertarikan atau kegemaran yang sama terhadap suatu topik, dan dapat memperdalam pengetahuan serta keahliannya dengan berinteraksi secara terus menerus.(Wenger, 2002:4).

Dari defenisi di atas dapat diketahui bahwa komunitas  merupakan sekelompok individu yang terlibat secara emosi.Melalui media sosial, aktivitas pengungkapan diri (penghargaan, pengaruh, dan persepsi) dapat dilakukan tanpa hambatan psikologis, karena sifatanya yang tidak bertatap muka dalam komunitas online.

Keinginan untuk berbagi ini menjadi alasan kuat beriklan di jejaring sosial efektif diterapkan di Indonesia. Pernyataan ini di dasari fakta bahwa pengguna jejaring sosial di negara Indonesia menempati posisi tertinggi dari berbagai jejaring sosial media yang ada saat ini, (terutama  penggunaan  facebook )berada pada  posisi ke-3 di seluruh dunia (Kasali, 2011:37).  Hal ini dikarenekan facebook merupakan situs pertemanan yang dapat digunakan manusia untuk bertukar informasi, berbagi foto, video, dan lainnya (Madcoms, 2010:1)

 Selain itu, menurut kebiasaan dan perilakunya pengguna internet di Indonesia  81,9 % penduduk Indonesia  sudah memiliki akun dan meng- up date status mereka di situs jejaring sosial.

 

Rhenald Kasali dalam bukunya berjudul Cracking Zone juga mengungkapkan bahwa para pelaku jejaring sosial saling membentuk opini, mengekspresikan diri, mencari kawan, saling memberikan informasi kejadian-kejadian sehari-hari, merekomendasikan produk atau jasa yang mereka gunakan, dan lain sebagainya (Rhenald Kasali , 2011:38).

 

Salah fitur di jejaring sosial facebook yang disenangi penggunanya dan merupakan alat yang efektif menyampaikan pesan iklan adalah istilah People Talking About This  lebih dikenal dengan istilah word-of-mouth. Modifikasi jejaring sosial akan fitur ini mengundang ketertarikan penggunanya  karena angka People Talking About This dapat dilihat oleh publik sehingga publik akhirnya bisa menilai hidup atau tidaknya sebuah komunitas di fanpage melalui seberapa banyak orang membicarakan konten dari brand tersebut. Penilaian ini juga berangkat dari asumsi pengguna jejaring sosial di dunia nyata bahwa masyarakat kita, secara general tidak ingin ketinggalan  informasi  terutama  trending topic di lingkungan sekitarnya. 

Fitur ini juga dimanfaatkan oleh perusahan-perusahaan di Indonesia sebagai salah satu bentuk komunikasi periklanannya melalui alamat facebook  perusahaan. Lima contoh alamat facebook  perusahaan dengan jumlah people talking about this lebih dari 1.0000.0000. adalah www.facebook/blackberryind ,http://www.facebook/ilovesurfer girl,  www.facebook/yamaholiganwww.facebook/AXE.ID, dan www.facebook/chocolatos.

Sebagai jejaring sosial yang banyak digunakan,  facebook dan twitter menjadi media  pesan iklan yang yang efektif untuk memperoleh feed back komunikan karena  jejaring ini  memungkinkan orang bisa berbicara, berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan jaringan komunikasi  secara online .

Periklanan modern adalah komunikasi strategis yang dimaksudkan untuk mendapatkan sesuatu untuk menciptakan dampak, yakni respon konsumen, seperti memahami informasi atau membujuk seseorang untuk melakukan sesuatu.

Fenomena yang menarik dengan adanya komunikasi yang terjalin antara pengguna jejaring sosial dapat kita lihat dalam potret generasi muda saat ini.Dengan teknologi informasi, segerombolan anak-anak perempuan minta dilayani cream bath terkemuka di Pondok Indah Mall. Dalam sekejap salah seorang anak sudah menggoogling dengan perangkat I Padnya sambil berkata “Aku mau wangi seperti ini, Gossip Girl,” tidak lama kemudian salah satu temannya dengan perangkat I Phonenya menunjukan gambar layanan cream bath lainnya sambil berkata,”Kalau aku pengen seperti ini!”.

Mereka adalah bagian dari komunitas global dan dikenal dengan sebutan Gen C (ConnectedGeneration). Penelitian Dan Pankraz (Australia) C disini bisa disebut content, connected, digital creative, cocreation, customize, curiousty, dan cybrog. Kasali menambahkan C tersebut dengan chameleon(bunglon), karena terekspos terus menerus oleh jaringan informasi, maka ia pun cepat berubah, constanly changing, persis seperti bunglon (Kasali, 2011:29).

Kemampuan berubah dan beradaptasi inilah yang diadopsi oleh iklan sebagai gaya seni berkomunikasinya. Perubahan ini diharapkan komunikator dapat menjangkau kebutuhan komunikan.

Kehadiran iklan yang membanjiri aktivitas keseharian kita menimbulkan kebingungan bagi kita sebagai konsumen sehingga seringkali kita memilih menghindar dari iklan-iklan di sekitar kita. Dalam hal ini lah, aktivitas komunikasi dalam jejaring sosial memegang peranan penting.

Kegiatan utama berbagi di dalam jejaring sosial menjadi media untuk mengkomunikasikan suatu produk yang diketahui melalui iklan. Ikatan emosional sesama pengguna jejaring sosial melahirkan kepercayaan sesama anggota sehingga tidak jarang muncul kesepakatan untuk mengkonsumsi suatu produk atas dasar rekomendasi seorang anggota karena merasa tertarik dengan iklan di jejaring sosial. Pikiran emosional anggota  bermain dalam keputusan pembelian produk yang diiklankan di jejaring sosial ( Martin Lindstorm, 2011:22)

Penyampaian pesan iklan di jejaring sosial hadir dalam format yang sangat halus. Berupa pesan persuasi di sampaikan kepada pengguna jejaring sosial, hadir layaknya teman  meskipun dengan data rasional . Ini memacu pikiran emosional mereka.

Contoh konkret dapat kita lihat pada jejaring sosial facebook  yang  menggambarkan tubuh langsing pada tampilan iklan WRP di facebook  (Picture wall) membangkitan pesan yang sangat emosional, ingin dihargai, percaya diri, seksi, dan menarik hati. Unsur biologis manusia dimainkan dalam hal ini. Martin Lindstorm menjelaskan bahwa dalam otak kita terdapat neuro cermin, yaitu bagian otak yang bertugas merespon tingkah laku kita yang meniru orang lain tanpa sadar. Neuron-neuron cermin ini bisa menjelaskan mengapa ketika kita tersenyum saat melihat orang lain gembira, atau perasaan ingin menguap ketika melihat orang lain menguap.Hal ini pula dapat menjelaskan mengapa ada dalam diri kita untuk memiliki tubuh ideal, sesuai dengan yang ditampilkan pada visual iklan WRP di wall facebook.

Pesan visual yang disenangi pelaku jejaring sosial di manfaatkan oleh periklanan dalam menyampaikan pesan produk yang diiklankan. Tidak jarang kita melihat visualisasi sebuah produk di jejaring sosial di tampilkan dengan begitu menarik. Ketertarikan ini dapat kita bagikan dengan sesama dan menjadi topik pembicaraan dalam komunitas online. Perbincangan secara intensif lewat komentar di jejaring sosial, secara perlahan menstimulus mereka untuk memberikan feed back atas pesan iklan tersebut. Beberapa di antara mereka akan merespon dengan berinisiatif menanyaakan detail produk bahkan memesan produk yang diiklankan kepada produsen terkait.

Periklanan yang diartikan sebagai proses penyampaian pesan tentang produk,  akan efektif jika menggunakan  elemen sesedikit mungkin namun iklan kita itu harus mampu berbicara semaksimal mungkin (Budiman Hakim, 2005 :51). Logika ini di dasarkan oleh penikmat iklan di jejaring sosial merupakan konsumen yang tidak menyukai pesan yang berbelit-belit. Iklan yang smart akan menjadi out standing dan tentu akan menuai trending topic dalam pembicaraan anggota jejaring sosial.

 

Sebagai seni penyampaian pesannya, produsen iklan selalu berusaha menyisipkan unsur entertainment dalam sebuah iklan dengan harapan penikmat iklan (yaitu mereka pengguna jejaring sosial) mengangkat sismpati terhadap brand produk yang diiklankan.

 

Entertaining dalam iklan di lakukan dengan mempermainkan emosi konsumennya nya, sehingga tidak jarang ketika pegguna jejaring sosial menikmati iklan mereka mengeluarkan ekspresi yang berbeda, ada yang terharu, tertawa, dan lain-lain.

 

Pesan yang disampaikan dalam iklan di jejaring sosial membidik konsumen dengan menyampaikan pesan iklan yang memunculkan consumer insight- nya, yaitu perasaan, keinginan, filosofi di dalam diri manusia yang tidak muncul kepermukaan (Budiman Hakim, 2005 :146), disinilah keindahan seni iklan itu berada.

 

 Interaksi secara berkesinambungan  dengan sesama pengguna jejaring sosial menghadirkan individualisme semu yang menstimulus mereka untuk menyeragamkan selera. Penyeragaman selera ini dilakukan mulai dari memperbincangan produk yang sama yang diiklankan di jejaring sosial. (Benny.H.Hoed, 2001:164).

 

Seiring perjalanan waktu dan perkembangan tekhnologi, ilan akan mengalami transformasi sebagai seni komunikasi dengan sisipan-sisian aspek keindahan lainnya yang memenuhi kebutuhan dan merangkul hasrat manusia akan keindahan itu sendiri.

Seperti perkembangan tekhnologi yang kemutakhirannya tidak dapat di prediksi secara pasti demikianlah perkembangan seni iklan dalam mengkomunikasikan pesannya yang akan hadir lebih estetis dalam seluruh bidang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Baal, J. Van, 1988, Sejarah dan Pertemuan Teori Antropologi Budaya (Hingga

Dekade 1970), jilid 2, Gramedia, Jakarta.

Roman, Maas & Nisenholtz. 2005.  How to Advertise. St Martin Press, New York.

H.Hoed, Benny. 2001 Dari Logika Tuyul ke Erotisme. Magelang: Yayasan INDONESIATERA Anggota IKAPI

Hakim, Budiman. 2005. Lanturan Tapi Relevan. Yogyakarta: Galang Press.

Wenger, 2002:4) Wenger, E (et.al.). 2002. Cultivatting communities of practice: a guide to managing knowledge. Boston: Harvard Business School Press.

 

http://repository.stisitelkom.ac.id/46/2/Ilhamsyah%28Tranformasi_Media_Periklanan_dalam_Sosial_Media%29.pdf

 

 O’Reilly. 2005.  What is Web 2.0 Design patterns and Business Model for the Next

Generation of Software,http://www.oreillynet.com/pub/a/oreilly/../what-is-web2.0.h

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

TUGAS TEKHNOLOGI KOMUNIKASI

 

“Media Sosial, Kanvas Baru Melukiskan Seni iklan di Indonesia”

 

DOSEN PENGAMPU: SYAFRIZAL

 

 

 

SISKA.R.PURBA

25470

 

 

Let Our Humanity talk

Standar

poor_woman_by_yumemi_chan-d6u7bep
Kecantikan dan Rasa Sakit: Berapakah Arti Sebuah Iklan?
Penonton di studio Super Jockey, suatu program tv populr di Jepang, menunggu dengan penuh harap. Mereka pernah melihatnya sebelumnya dan mereka tidak pernah merasa puas. Seorang perempuan muda yang mengenakan bikini yang sangat mini berjalan ke atas panggung. Sambil menangis ketakutan, ia diturunkan kedalam suatu tangki kaca berisi air panas mendidih.
Dengan penuh minat, penonton di studio mengamati perempuan tersebut melalui kaca. Pemirsa di seluruh Jepang menontonnya di rumah. Tawa mereka meledak tatkala sang gadis menggeliat kesakitan.
Untuk meyakinkan bahwa perempuan tersebut memperoleh perlakuan lengkap, seorang laki-laki menyiram air panas di atas payudara sang perempuan- seakan akan ia sedang menyiram seekor ayam. Kamera televisi menyorot dari dekat untuk memperoleh gambar payudaranya yang memerah.
Sebagian besar perempuan hanya bertahan tiga atau empat detik. Kamera mengikuti gerak perempuan muda tersebut tatkala ia melompat keluar dari tangki, melompat-lompat kesakitan dan menggosokkan es di sekujur tubuhnya.
Khalayak bersorak dengan bergembira. Untu setiap detik wanita itu berada di air panas, mereka memperoleh satu detik waktu untuk mengiklankan produk apa pun yang mereka inginkan di produk tersebut. Sebagian besar mengiklankan tempat kerja mereka. Mereka rela menerima rasa sakit demi atasan mereka.
………..
Let Our Humanity talk, . . .

New words, old machine

Standar

write meg!

Typewriter

My grandparents had an old typewriter I loved to set up in their living room, pulling off the dustcover with a flourish on lazy summer days. In fifth grade, well before the age of smartphones and tablets or even personal computers, my typing skills weren’t exactly stellar. It took me forever to type even the simplest of sentences, and I constantly debated carriage returns so I wouldn’t run out of room on a line (the horror!).

It was fun, and I wrote all sorts of short stories — mostly about a bunny family or a tornado ripping through a small town (watching too much “Twister”). I’m pretty sure some “Star Wars” and Luke Skywalker fan fiction was sprinkled in there, too. But being a lifelong perfectionist, having to cover up my mistakes with correction fluid was intolerable.

Intolerable. And messy.

Friends, I was the kid who could not stand cross-outs…

Lihat pos aslinya 255 kata lagi

Hanging Out

Standar

Community Voices for Health

By: Heather Desmond O’Neill

I love hanging out with my kids.

Just the other day I came home exhausted from work and my little guy (3-years-old) asked me if I wanted to have a tickle party.  How could I refuse?  We giggled and laughed for 45 minutes.  It was the best part of my day.

Holding handsLast weekend I had to run a few errands and my older son (5-years-old) wanted to tag along.  I had a blast conversing with him and appreciating the independence he was exhibiting.  He’s growing into such a little man with so much personality …. It was the most fun I’d had running errands in a long time.

Typically after dinner we snuggle up on the couch and alternate who gets to choose a TV show (usually on Disney Junior) to watch. The boys make a big production of setting the pillows on the couch and…

Lihat pos aslinya 156 kata lagi

Next Up: Possession

Standar
Next Up: Possession

101 Books

The title of today’s post sounds a little like you guys should be expect an exorcism on the blog soon. But let’s hope things don’t get that dramatic.

Possession is a “romance” novel between two Victorian poets! How fabulous!

That’s what I get with A.S. Byatt’s Possession, my next novel from the list. But, really, there’s much more to it than that.

The novel was written as a response to John Fowles’ The French Lieutenant’s Woman, a novel I reviewed back in August 2011.

So here are a few facts about Possession and its author, A.S. Byatt:

Lihat pos aslinya 146 kata lagi

CERPEN” Doa kecil untuk Santa”

Standar

“Doa kecil untuk Santa”
By: Siska Purba

Aku tidak pernah percaya Santa itu ada, bahkan sekalipun dia ada aku akan mengutuknya habis-habisan setelah semua yang terjadi. Santa tidak lebih dari semua simbol pengharapan palsu, semua kisah kebahagiaan semua hanya itu yang dijanjikannya. Santa bisa apa?? Bahkan Santa tidak tahu apa pun tentang natal. Aku tidak peduli ketika orang mulai mengisahkan histori tentang si jenggot putih itu, bagi ku Santa tak lebih dari pembohong, yang anehnya tetap di dambakan manusia. Santa Bastard, . . .
“Maxy, . . . . . . .” suara yang sangat akrab bagiku itu memanggil nama ku dengan keras.
Secara refleks ku hentikan kegiatan mengetikku.
“Itu baru kutukan part I, lihat saja nanti aku masih punya seribu list kutukan untukmu si tua berjenggot putih, bahkan bila perlu aku akan menuliskan banyak buku untuk mengumumkan kebohonganmu , agar semua orang turut mengutukmu dan kau akan mati untuk selamanya di memori semua mahluk di dunia ini,“aku berbicara sendiri sambil menununjuk photo Santa di dinding kamarku.
Suara yang memanggil tadi adalah ibuku, salah satu dari 2 mahluk yang paling ku sayang di dunia ini. Bagiku ibu dan ayahku bagaikan malaikat yang selalu mendampingi hidupku. Mereka selalu mengajariku kesederhanaan dan selalu bersyukur dalam hidup ini, karena dengan itu lah kita bisa menikmati hidup. Aku sungguh menghormati apa pun yang mereka ucapkan dan aku mempercayainya, kecuali tentang Santa, aku tidak percaya pada si tua itu.
“Nak, lusa kan hari natal, kamu sudah siapin pakaian rapi dan bersihkan?”, tanya ibu ku sambil melihat ku dengan tatapan teduh.
“Apa kamu ingin ibu belikan baju baru? bilang saja, ibu masih punya simpanan,asalkan kamu datang natal ibu pasti belikan baju bagus” kata ibu lagi.
“Ayah sangat berharap nak kamu akan ikut acara natal besok, kamu kan sudah besar, harus bisa menghargai moment agama mu sendiri, tepatnya datang lah ke rumah ibadah untuk bersyukur,” ayah menimpali lagi.
“Akan kupikirkan ayah, ibu,” jawabku ketus dan terburu-buru.
Perlahan kukunyah kembali nasi yang sudah singgah di mulutku sambil memikirkan bujukan kedua malaikat itu.
“Apa hebatnya natal? Toh keadaan gereja tahun ini sangat buruk, aku benci natal tahun ini,”seruku dalam hati.
Acara makan malam tadi tidak seperti biasanya, suasana begitu hening, ayah dan ibuku hanya bisa terdiam memikirkan perubahan ku selama ini. Hal ini mulai terjadi tepatnya dua tahun lalu. Awalnya aku adalah anak yanng begitu menikmati semua ibadah kekristenan, mulai dar pelayanan yang sederhana hingga pelayanan yang membutuhkan kesungguhan telah kuikuti. Moment kristiani yang paling kusenangi adalah hari natal. Natal itu merah, pertanda seluruh kebahagiaan. Aku juga sangat mempercayai Santa claus sebagai moyang pembawa kebahagiaan. Banyak album yang mengabadikan moment kebersamaanku dengan orang yang berpakaian Santa Claus.
Akan tetapi, semua itu berakhir setelah bencana menimpa gerejaku. Awalnya para penatua di gerejaku berencana untuk memperbesar bangunan gereja karena umatnya sudah semakin banyak. Mereka pun mengurus perluasan lahan gereja ke pemerintah setempat untuk pembangunan gereja. Jemaat sungguh berharap pemerintah akan meringankan prosesnya, namun entah dari mana dan bagaimana hal itu terjadi begitu saja. Harapan kami di respon dengan pernyataan bahwa gereja yang kami bangun itu tidak memiliki ijin yang sah, bahkan kami tidak di perbolehkan beribadah disana. Seluruh jemaat terpukul, apa lagi aku yang saat itu akan merayakan natal sudah mempersiapkan segala bentuk variasi acara natal. Peristiwa ini terjadi sekitar bulan september sebelum natal datang.
Aku begitu sedih melihat aksi demo setiap minggu nya dilakukan oleh jemaat gerejaku. Mereka menyampaikan kesedihannya dan meneriakkan amarah nya yang tidak ada habisnya. Kutukan kepada pemerintah terus terucap. Mereka, kami hanya menginginkan satu hal agar pemerintah mengembalikan gereja kami.
“Santa claus seharusnya hadir untuk hal tersulit seperti ini, dia malaikat natal dan seharusnya hadir saat ini”seruku dalam benakku. Santa claus yang ku maksud bukan lah santa yang biasa di tampilkan di tempat-tempat hiburan maupun rumah ibadah. Aku sudah cukup berpikir sedikit ilmiah saat itu mengingat usiaku yang sudah menjelang 13 tahun. Santa yang kuinginkan adalah orang yang memiliki wewenang untuk mengiyakan keinginanku dan jemaatku. Sayangnya, dia tidak hadir bahkan sudah 2 tahun. Gereja ku tetap tidak bisa digunakan dan bangunan nya di paku seluruhnya dari bagian luar oleh aparat pemerintah. Itulah sebabnya aku membenci, tidak percaya, dan mengutuk Santa.
“Nak ini ibu belikan kemeja dan celana baru untuk natal besok, dipadukan dengan dasi hitam ayah pasti bagus”, ibuku memberikan bingkisan berisi kemeja merah dan celana hitam padaku dengan wajah berseri dan penuh pengharapan padaku.
Sebenarnya aku enggan menerima nya, tetapi melihat ketulusan malaikat itu aku pun menerimanya. Aku tahu ibu dan ayahku begitu bahagia setiap natal datang. Sesuai dengan nama ku “Maxy”, singkatan dari marry xmas, aku lahir di hari natal. Ini jugalah yang membuat mereka berhati besar aku bisa hadir di natal yang juga hari kelahiranku.
“Ibu, mungkin aku datang telat natal besok, jadi ibu dan ayah berangkat duluan saja” ucapku dengan suara pelan takut mengecewakannya. Ibuku hanya mengangguk sambil tersenyum lalu mengelus kepalaku.
Pagi ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki, sesudah dua tahun ke tempat yang kami sebut “gereja”. Bagaimana tidak sesudah dua tahun pemerintah tida merespon tuntutan kami, kami beribadah di bawah tenda biru, bak pengungsi yang tidak pernah mendapat tempat yang layak.
Kulihat satu persatu jemaat yang ada disana. Aneh, meskipun tempat ini tidak layak disebut sebagai rumah ibadah, tetapi jemaat yang datang semakin banyak saja.
Tiba-tiba kurasakan tarikan kecil dan perlahan dari arah bawah, seperti tarikan tangan kecil di celanaku. Benar saja seorang anak kecil berusaha menarik dan menggoyang-goyangkan bagian bawah celanaku sambil berteriak padaku.
“Kakak, kakak, selamat natal, jangan lupa doain Santa yah,” ucapnya sambil menyodorkan sebuah kertas merah dengan tulisan padaku. Aku menunduk dan menerima kertas itu.
“Emangnya santa nya kenapa dik? Santanya lupa ngasih hadiah buat kamu? Kamu maunya apa?’, tanya ku pada anak itu. Dia hanya menatapku tersenyum kemudian lari menghampiri ibunya.
Anak kedua dan ketiga pun berbuat demikian padaku. Memberi kertas merah, meminta agar Santa di doakan, lalu berlari mendapatkan ibunya.
“Dik, sudah mendoakan Santa??,” seorang ibu dan anak kecilnya dengan senyum kecil bertanya padaku. Akupun semakin kebingungan.

“Wah, kamu sudah dapat 3 kartu santa, pasti kamu pendoa yang baik,” mulainya berbicara.
“Aku tidak mengerti mengapa semua orang disini berdoa untuk santa, dia kan tidak melakukan apa-apa untuk kita, bahkan di saat kita terpuruk seperti ini, “ tiba-tiba aku berseru ketus.
Ibu itu tersenyum dan mulai bercerita lagi, “Awalnya kita, terutama orangtua sama sekali tidak bisa menerima kenyataan pahit ini, harus beribadah di bawah tenda yang tidak layak ini. Tetapi ternyata kita terlalu asyik dengan noda setitik di antara luasnya bagian putih kertas. Ketika kebaktian sekolah minggu kemarin, aku sungguh bergumul mengkhawatirkan berjalannya natal tahun ini. Aku tidak ingin meninggalkan memori sedih natal bagi anak-anak yang seharusnya menikmati seluruh moment penuh dengan kegembiaraan di natal ini.
Aku pun mulai antusias mendengarkan cerita ibu itu. Dia melanjutkannya kembali
“Ditengah-tengah kebingunganku seorang anak bertanya apa yang akan kita lakukan natal tahun ini. Aku hanya terdiam dan membisu mencari celah agar mereka tetap menghadirkan memori keindahan natal di benaknya. Tiba-tiba teman nya yang lain berseru “bagaimana kalau kita mendoakan santa? Tanyanya dengan mata berbinar. Aku membalas bertanya kembali dengan menanyakan ada apa dengan Santa.
Dengan mata berbinar dan senyum, dia melangkah pasti ke depan dan bercerita.
“Teman-teman tahu tidak santa sudah dua tahun tidak bisa mengantarkan bingkisan suka cita untuk kita. Makanya gereja kita belum bisa dibangun dan di paku dengan papan-papan yang kokoh. Mungkin saja keretanya sedang rusak atau rusa nya sedang sakit. Kita tidak tahu kan? Makanya kita doakan saja santa, “lanjutnya dengan wajah polos penuh kebahagiaan.
Semua anak di kelas itu terdiam dan seolah tersihir, kemudian mereka berseru. “Iya bu, kita doakan saja santa,”. Seperti baru mendapatkan sebuah mujijat tiba-tiba mereka melonjak kegirangan dan mulai membicarakan ide-ide untuk mendoakan santa.
“Aku tidak mengerti mengapa ibu juga turu antusias. Padahal Santa itu kan tokoh imajinai, tidak nyata. Dan itu ide anak kecil yang tidak tahu menahu tentang arti semua ini,” jawabku kembali.
“Kamu tahu, anak kecil itu sungguh murni dan pendoa yang baik. Mereka memang hanya tahu santa itu tidak bisa hadir natal ini dan membutuhkan doa. Tetapi mereka lebih tahu segalanya dibandingkan dengan kita. Santa yang mereka doakan sebenarnya adalah aparat pemerintah. Mereka mendoakan agar pemerintah mau membuka hati untuk mengijinkan kembali kita beribadah. Mereka tahu bahwa santa itu ilusi dan hanya memberi pengharapan yang entah kapan terwujud, sama seperti pemerintah yang secara duniawi, satu-satunya pengharapan kita yang kita tidaktahu kapan bisa mewujudkan permintaan kita. Hati anak-anak itu sungguh lembut. Mereka bilang santa sedang sakit, mereka bilang kereta nya rusak, mereka bilang rusanya sakit. Sama dengan pemerintah yang sedang di hinggapi penyakit dunia. Hebatnya anak-anak lebih tahu kalau doa itu tetap bekerja, kalau harapan masih ada, suatu saat Santa pasti sembuh. Doakan Santa ya dik, kamu pendoa yang baik, sama seperti anak kecil tadi”ujarnya menutup ceritanya sambil memberi kartu merah lagi kepadaku.
Kuterima kartu merah itu dengan hati bergetar hebat. Aku sungguh malu melihat diriku yang sekarang ini. Dibandingkan dengan anak kecil itu. Aku bukan pendoa yang baik, aku hanya pengumpat sejati.
Kutatap lagi kerumunan orang itu, di bawah tenda itu mereka sama-sama berdoa, untuk kedatangan Santa yang akan dikirimkan, mewujudkan harapanku, harapan kami. Anak-anak kecil itu masih berkeliaran dengan langkah kecil nan bahagianya, membagikan kartu merah sambil berseru,”Doakan santa yah, kamu pendoa yang baik”.
Malam ini aku akan menghapus kan tulisan tentang seribu kutukan santa. Mungkin kami akan beribadah di bawah tenda selamanya karena tulisan ku itu. Aku akan menuliskan dan mendoakan santa, layaknya pendoa yang baik.
Selamat natal, . . .

Santa-Claus-Christmas-Wallpaper-HD-300x187