“Adopsi narasi potongan kehidupan keluarga kelas menengah dalam konten iklan komersial di televisi Indonesia”
Keberadaan masyarakat dalam sebuah negara memiliki peranan penting dalam keberlangsungannya, yaitu sebagai salah satu syarat berdirinya suatu negara. Masyarakat yang terdiri dari beberapa keluarga, seringkali mengalami pengelompokan berdasarkan kriteria tertentu.
Indikator ekonomi menjadi salah satu dasar yang sering digunakan untuk mengklasifikasikan masya rakat.
Pengklasifikasian masyarakat secara ekonomi, terbagi menjadi beberapa kelas sosial.Defenisi kelas sosial menurut Melvin Kohn adalah pengelompokan individu yang menempati posisi yang sama dalam skala prestise. Dalam pengelompokan ini, beliau menguraikan indikator ekonomi dalam tiga point penting, yaitu tingkat pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan.
Melvin Kohn membagi kelas sosial secara garis besar menjadi tiga bagian, yaitu kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah. Akan tetapi , setiap kelas sosial tidak memiliki batas yang jelas dan masih terdapat kemungkinan perpindahan kelas sosial.
Adapun indikator ekonomi di atas secara sederhana diukurkan pada lembaga keluarga sebagai bagian masyarakat yang menduduki kelas sosial tertentu. Keluarga merupakan suatu kelompok kekerabatan yang menyelenggarakan pemeliharaan anak dan kebutuhan manusiawi tertentu lainnya.
Di Indonesia, presentasi jumlah ketiga kelas sosial di atas, terutama kelas menengah mengalami perubahan jumlah yang signifikan. Pada tahun 2010, presentase kelas menegah di Indonesia masih sebesar 36,%, kemudian menjadi 56,5% pada 2013.Kelas menengah atau middle class ini secara umum memiliki profesi sebagai pegawai kantoran atau profesional sepert guru, pegawai administrasi.
Keluarga , sebagai bagaian masyarakat yang menempati kelas sosial menengah di Indonesia, memiliki pengaruh dalam berbagai bidang. Salah satunya adalah dalam bidang kajian komunikai, yaitu periklanan. Periklanan yang merupakan bagian dari alat komunikasi yang juga sekaligus berperan sebagai alat pemasaran mendapat pengaruh besar dari keberadaan keluarga kelas menengah di Indonesia, terutama dalam kondisinya yang mengalami pertumbuhan besar saat ini.
Perubahan yang jelas terlihat pada periklanan akibat pertumbuhan jumlah keluarga kelas menengah di Indonesia adalah perubahan konten iklan televisi, terutama iklan komersia yang bertujuan mendukung kampanye pemasaran suatu produk atau jasa.
Akhir-akhir ini iklan komersial di televisi Indonesia mulai memasukkan gambaran potongan kehidupan keluarga kelas menengah dalam bentuk narasi. Anggota keluarga dengan kesibukan masing-masing (terkait dengan profesi dan pendidikan yang diperankan masing-masing anggota keluarga) digambarkan jelas dalam iklan komersial Indonesia.
Kehidupan keluarga yang dinarasikan ke dalam iklan komersial juga disisipi oleh pendramatisasian nilai-nilai sosial di dalamnya, seperti nilai keharmonisan dalam keberlangsungan keluarga. Penekanan idiologi keluarga, yaitu cinta, kasih sayang, keterbukaan, dan familisme dihadirkan dalam iklan ini (Andreas, 2006:72).
Pengadopsian narasi kehidupan keluarga kelas menengah dalam iklan merupakan perwujudan dari pertimbangan periklanan yang efektif. Periklanan yang efektif harus menyertakan sudut pandang konsumen dan iklan harus menemukan cara yang unik untuk menerobos kerumunan iklan ( Terence, 2003:417).
Cara yang unik untuk menerobos kerumunan iklan dapat dilakukan dengan berbasiskan gaya eksekusi pesan iklan. Salah satunya yaitu dengan penyajian potongan kehidupan (Slice of Life) konsumen. Dalam hal ini yang dimaksud adalah potongan kehidupan keluarga kelas menengah.
Gaya eksekusi iklan televisi dengan sajian potongan kehidupan umumnya didasarkan pada pendekatan pemecahan masalah sehari – hari, kemudian menunjukkan bahwa produk yang diiklankan sebagai pemecah masalah (M. Suyanto,2000 : 113 – 138).
Beberapa contoh iklan komersial yang memasukkan narasi potongan kehidupan keluarga adalah iklan teh sariwangi, iklan pasta gigi pepsodent, dan iklan roma sari gandum sandwich.
Dalam iklan teh sariwangi disisipkan nilai kebersamaan dalam keluarga. Salah satu iklan teh sariwangi dengan tagline “mari berbicara” mengadopsi kisah keluarga kelas menegah yang anggota keluarganya disibukkan oleh peranannya. Digambarkan seorang anak perempuan yang ingin bermain dengan anggota keluarganya. Awalnya dia mendatangi kakaknya yang sedang asyik bermain gadget, tetapi dia tidak mengacuhkan ajakan adiknya. Kemudian beralih kepada ayahnya yang juga disibukkan oleh pekerjaan kantor, sementara di sudut lain terlihat ibunya sedang berbicara di telpon. Akhirnya, dia memutuskan untuk bermain seduh teh bersama dengan bonekanya. Dia menyiapkan dua gelas teh (tentunya bukan teh sungguhan) lalu menghidangkannya di depan boneka beruangnya. Suasana yang tadinya penuh kesibukan masing-masing dicairkan oleh sang ibu dengan mengajak anggota keluarga lainnya minum teh sariwangi (http://www.youtube.com/watch?v=ICapRM2H-OQ ).
Kelas sosial dinyatakan sebagai subculture yang artinya setiap kelas sosial memiliki perilaku yang berbeda. Menurut Horton (1998) dalam Andreas (2006:22) salah satu makna kelas sosial dalam masyarakat menentukan moralitas konvensional . Moralitas konvensional adalah standar perilaku yang baku yang terdapat pada kelas menengah .Salah satu moralitas konvensional dalam narasi kehidupan keluarga kelas menengah yang dikemas pada iklan adalah aturan menggosok gigi sebelum tidur. Contoh iklannya adalah Iklan pepsodent versi ayah Adi dan Dika.
Iklan pepsodent versi ayah Adi dan Dika seri bobo malam sama ayam, mengadopsi narasi kehidupan keluarga dalam kemasan yang berbeda. Sekalipun sumber acuan nilai dalam iklan televisi adalah masyarakat nya (Bungin, 2011b:166) dalam iklan ini dihadirkan nilai yang berkorelasi dengan pendidikan yang diperoleh keluarga kelas menengah.
Penggunaan analisis yang basis pendidikan dalam iklan ini diterapkan dalam nuansa keluarga. Selama ini, salah satu nilai yang dianut masyarakat terkait gender adalah pria atau ayah memiliki kedudukan lebih tinggi. Akan tetapi, dalam iklan ini diangkat kesetaraan gender berbagi peran tanpa menghilangkan image keluarga utuh dengan penuh keharmonisan, cinta, dan kebersamaan. Nilai ini didambakan oleh keluarga kelas menengah dan diangkat pada iklan komersial dalam bentuk narasi.
Selain nilai keharmonisan yang didambakan oleh keluarga kelas menengah, keterlibatan setiap anggota keluarga menjadi nilai yang dianggap penting. Keadaan ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan mereka. Hal inilah yang diangkat oleh iklan komersial roti sari gandum sandwich (http://www.indonesianfilmcenter.com/pages/filmbox/filmbox.php?bid=6754) .
Digambarkan pemilihan jenis konsumsi makanan keluarga dengan melibatkan pendapat anak. Anak laki-laki keluarga tesebut menginginkan makanan yang berbahan dasar gandum dengan asumsi bahwa gandum baik untuk kesehatan. Sedangkan anak perempuannya lebih menyukai makanan dengan dominasi coklat enak. Akhirnya, ibunya mengombinasikan selera keduanya dengan memutuskan mengonsumsi roma sari gandum sandwich dengan paduan gandum dan coklat sandwich yang enak. Secara sosiologis, Iklan komersial ini juga menggambarkan tipe khusus anak-anak kelas sosial menengah hidup dalam subkultur kelas sosial yang dikelilingi oleh orang-orang berpendidikan ( Paul dan Chester, 1999:17).
Melalui ketiga iklan komersial Indonesia di atas dapat diketahui adanya perubahan konten iklan televisi di Indonesia. Awalnya, kontent iklan komersial Indonesia di televisi lebih dominan mengiklankan atau menjula produk secara terang-terangan kepada konsumen. Akan tetapi, seiring pertumbuhan kelas menengah di Indonesia, strategi seperti ini kurang efektif.
Peningkatan jumlah kelas menengah Indonesia menstimulus pengiklan untuk mengubah segmentasi pasarnya. Saat ini jumlah masyarakat kelas menengah Indonesia yang dominan lebih besar dibandingkan masyarakat kelas menengah atas dan kelas menengah bawah memaksa perubahan pasar target penjual dengan menggunakan iklan sebagai alat kampanyenya.Keadaan ini membuat pengiklan untuk berinovasi sesuai selera pasar target, yaitu masyarakat kelas menengah.
Keluarga sebagai lembaga dalam masyarakat merupakan detail sasaran pengiklan. Sederhananya, kumpulan keluarga kelas menengah merupakan sebuah masyarakat kelas menengah. Untuk itulah pengiklan menjadikan keluarga kelas menengah sebagai pasar target. Pengiklan harus mengetahui secara detail apa yang menjadi kebutuhan keluarga kelas menengah.
Saat ini tren konsumsi kelas menengah di Indonesia bergerak dari produk untuk memenuhi kebutuhan dasar ke produk yang menawarkan kenyamanan yang lebih besar. Perubahan ini didukung oleh kesadaran finansial mereka. Kelas menengah Indonesia merupakan generasi yang optimis memiliki kehidupan lebih baik daripada generasi sebelumnya. Tujuan ini menjadi titik penting dalam keputusan konsumsi suatu produk. Mereka kritis memilih produk unggulan, berdaya tahan tinggi dan fungsional. Produk tersebut juga harus bisa memenuhi kebutuhan keluarga, daripada kepentingan pribadi. Keputusan belanja mereka tidak lagi didominasi iklan semata. Keluarga dan lingkungan sosial menjadi dorongan kuat bagi mereka dalam melakukan pembelian. Keluarga kelas menegah juga rajin melakukan perbandingan produk dengan menggunakan berbagai media termasuk internet (http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/ritel/13/03/06/mj88t4-pola-konsumsi-kelas-menengah-indonesia-berubah).
Realita perubahan konsumsi kelas menengah Indonesia di atas menjadi cambuk bagi pengiklan dalam beriklan. Para pengiklan secara tidak langsung di paksa untuk mengubah konten iklan mereka sesuai kebutuhan kelas menengah di Indonesia.
Kebutuhan keluarga kelas menengah harus diketahui secara jelas oleh pengiklan. Kebutuhan mana yang paling prioritas oleh mereka tanpa melupakan bahwa keluarga merupakan kelompok primer dalam masyarakat yang terintervensi unsur idiologi familisme. Seperti iklan teh sariwangi “mari berbicara”. Di satu sisi iklan ini inovativ dengan menghadirkan narasi dalam bentuk potongan kehidupan keluarga kelas menengah dan ini secara idiologi keluarga sebagai sebuah lembaga, sudah memenuhi kebutuhan mereka. Akan tetapi, ada juga pertimbangan lain bahwa pendidikan yang dikecap keluarga kelas menengah membuat mereka lebih kritis untuk mengonsumsi produk. Sekalipun iklan ini merangkul esensi keluarga tidak berarti komposisi atau kandungan produk ini menjangkau kebutuhan keluarga menengah. Misalnya mereka yang lebih mengutamakan konsumsi teh hijau untuk kesehatan .
Dalam hal ini, pengiklan harus berinovasi kembali untuk menghadirkan iklan dengan konten yang merangkul kedua sisi. Mencakup idiologi familisme keluarga menengah dan menjangkau kebutuhan konsumsi mereka.
Selain itu, kedalaman dalam iklan juga diperlukan untuk menghasilkan kontent iklan yang efektif dari sisi sosiologi (yaitu idiologi keluarga) dan komunikasi. Kedalaman yang dimaksud dalam hal ini adalah menciptakan kontent iklan dengan melibatkan partisipasi setiap anggota keluarga lebih dalam.
Dalam iklan roma sari gandum pengiklan sudah dengan baik menghadirkan keterlibatan anggota keluarga (kedua anak dan ibunya) dalam mempertimbangkan konsumsi makanan mereka. Sayangnya, sang ayah hanya berperan sebagai follower keputusan sang ibu dalam iklan tersebut tanpa keterlibatan lebih dalam.
Meskipun dalam kajian komunikasi, tepatnya periklanan sudah dihadirkan pertimbangan-pertimbangan iklan yang efektif. Akan tetapi, keberadaan keluarga kelas mengah di indonesia saat ini mendominasi sehingga sudah saatnya pengiklan melibatkan perspektif sosiologi untuk menghadirkan iklan dengan konten yang menjangkau mereka lebih dalam.